Sejumlah Aliansi Mahasiswa Laporkan Bapenda Pekanbaru Ke Kejati Riau

banner 160x600

riaubertuah.id

PEKANBARU - Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Riau (AMPR) melaporkan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru ke Kejaksaan Tinggi Riau, Selasa (19/4/2022).

Setelah melaporkan kasus tersebut mereka sempat membentangkan spanduk di depan Kantor Kejati Riau beserta foto dan nama pejabat yang mereka tuding melakukan dugaan korupsi di lingkungan Bapenda Pekanbaru. Seperti Kepala Bapenda Pekanbaru Zulhelmi Arifin, Tengku Azwendi Wakil Ketua DPRD Pekanbaru, Firman Hadi Kepala Perencanaan dan Pengembangan PAD, Adrizal Sekretaris Bapenda dan Tengku Denny sebagai Juru Pungut Retribusi Pajak PBB.

Koordinator Koalisi AMPR, Asmin Mahdi meminta Kejati untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di Bapenda Pekanbaru dikarenakan dari tahun ke tahun capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pekanbaru selalu menurun.

"Kami menduga ada permainan pajak PBB di beberapa tempat. Dan telah kami lakukan kajian ada 3 lokasi yang awal pajak PBB sudah ditetapkan nilai besarannya tetapi tahun berikutnya dikurangi secara drastis oleh Bapenda," ucap Asmin.

Seperti salah satu objek pajak yang sebelumnya ketetapan PBB-P2 hanya Rp700 juta namun setelah dilakukan appraisal pada tahun 2019 menjadi Rp23 Miliar dan sudah ditetapkan pada tahun 2019. Padahal pajak di objek pajak Ini mencapai sebesar Rp9 miliar akan tetapi tanpa ada persyaratan ataupun pengajuan pengurangan pajak, objek pajak hanya membayar sebesar Rp4 miliar saja.

"Berdasarkan aturan yang dikeluarkan Walikota Pekanbaru terkait beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan, maka terbit Perwako tentang Pemungutan Pajak Bumi Bangunan, besaran pajak yang harus disetor berlaku untuk 5 tahun kebelakang setelah adanya penilaian atau appraisal," jelasnya.

Seharusnya objek pajak yang dimaksud bisa dikenakan 5 x Rp23 miliar sesuai dengan total aset yang dimiliki perusahaan setelah adanya appraisal, maka atas kurangnya penyetoran pajak tersebut, PAD Kota Pekanbaru diduga mengalami penurunan mencapai sebesar Rp100 Miliar.

Hal yang sama juga terjadi pada objek pajak lainnya yakni salah satu rumah sakit, dimana ketetapan pajaknya mencapai angka Rp500 juta dan sudah ditetapkan bahwasanya besaran pajak yang harus disetor ialah senilai Rp500 juta pada tahun 2019.

Pada tahun 2022 besaran pajak di perusahaan ini mengalami penurunan menjadi Rp300 juta tanpa adanya ketentuan dan persyaratan yang jelas oleh Kepala Bapenda Kota Pekanbaru. Akan tetapi sebenarnya total aset yang dimiliki oleh objek pajak senilai Rp8 miliar, akan tetapi kepemilikan aset tersebut masih atas nama perorangan bukannya perusahaan.

"Pemberian pengurangan pajak hanya boleh dalam bentuk stimulus bukannya pengurangan langsung, nilai pajak dan dalam kajian dan alasan yang jelas harus dipertanggungjawabkan karena mempengaruhi keuangan daerah," ungkapnya.

Lanjutnya, dari kajian yang dilakukan, maka mereka menduga perbuatan tercela tersebut dilakoni oleh beberapa oknum pejabat daerah Kota Pekanbaru.

"Untuk memuluskan keputusan Kepala Bapenda Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Aswendi Fajri sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Adrizal sebagai Sekretaris Bapenda Kota Pekanbaru, Firman Hadi sebagai Kepala Perencanaan dan Pengembangan PAD," tukasnya.

"Kami meminta Kejari Riau segera mengusut tuntas laporan kami secepatnya. Kami sudah mempunyai bukti konkret, jika Kejati meminta saksi kunci terkait kasus ini, maka kami siap hadirkan saksi tersebut," pungkasnya.

Sementara itu atas laporan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Riau (AMPR) ke Kejati Riau, Kepala Bapenda Pekanbaru ketika dihubungi CAKAPLAH.COM belum mau menanggapi tudingan tersebut.